JANGAN BUAT SAKIT ORANG BILA TIDAK INGIN DI SAKITI ORANG"

Intelijen dan Belajar Menjadi Sosok yang Misterius

Intelijen dan Belajar Menjadi Sosok yang Misterius


Peristiwa Banyu Biru tentu dapat menjadi pelajaran bagi siapa saja yang ingin menjadi bagian dari Badan Intelijen Negara (BIN).

Tak mudah menjadi bagian dari BIN. Ada beban berat yang harus diemban oleh setiap personel intelijen.

Beberapa tahun lalu, mantan Wakil Kepala BIN As'ad Said Ali pernah menyampaikan orasi ilmiah di hadapan wisudawan Sekolah Tinggi Intelijen Negara (STIN). Ia mengungkapkan gambaran sosok intelijen.

"Jika berhasil tidak dipuji, jika gagal dicaci maki. Jika hilang, tidak akan dicari, dan jika mati, tidak ada yang mengakui," kata As'ad seperti dimuat harian Kompas, 7 Oktober 2009.

Beban berat itulah yang setidaknya mengharuskan seorang personel intelijen menjaga kerahasiaannya dan belajar menjadi sosok yang misterius.

Kisah LB Moerdani

Ini seperti yang dilakukan oleh dua penggawa intelijen Indonesia, yaitu Jenderal LB Moerdani dan Kolonel Zulkifli Lubis.

Pada buku Benny: Tragedi Seorang Loyalis yang ditulis Julius Pour, ada pengalaman menarik Moerdani dalam menjaga kerahasiaannya.

Cerita itu bermula ketika Moerdani pergi ke Markas Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib).

Moerdani yang saat itu telah berpangkat mayor jenderal mengendarai mobilnya tanpa mengenakan seragam dinas menuju kantor yang terletak di kawasan Medan Merdeka Barat tersebut.


Setiba di lokasi, ia langsung memarkirkan kendaraanya di lokasi terdekat dari pintu masuk. Tempat parkir itu khusus bagi perwira tinggi militer.

Tanpa pikir panjang, seorang penjaga berpangkat bintara yang berasal dari satuan marinir menghardiknya.

Penjaga itu meminta Benny memindahkan mobilnya ke lokasi parkir lain. Ia tidak marah dan hanya diam mengikuti perintah marinir tersebut

Kisah Zulkifli Lubis

Jauh sebelum Moerdani, Kolonel Zulkifli Lubis telah ditunjuk sebagai komandan intelijen pertama di Badan Istimewa (BI).

Badan itu merupakan badan intelijen pertama yang didirikan pemerintah pada Agustus 1945 di bawah Badan Keamanan Rakyat (BKR), yang kemudian bertransformasi menjadi Badan Rahasia Negara Indonesia (Brani) pada 1946.

Harian Kompas pernah menulis sosok kontroversial itu pada 28 Juni 1992, beberapa hari setelah ia wafat akibat sakit yang dideritanya.

Sebagaimana layaknya sosok seorang intelijen, perjalanan kariernya selalu bisa menyulut penilaian pro-kontra.

Kenyataan bahwa Lubis dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kota Bogor dengan sebuah upacara kemiliteran secara layak mungkin merupakan penghargaan yang diberikan negara kepadanya.

Pada era 1950-an, sempat terjadi peristiwa makar, yaitu percobaan pembunuhan terhadap Presiden Soekarno.

Peristiwa yang lebih dikenal sebagai Peristiwa Cikini itu dilakukan oleh sekolompok teroris asal Nusa Tenggara Barat.

Oleh sejumlah lawan politiknya, Lubis sempat diduga sebagai dalang peristiwa tersebut. Sebab, pada era itu memang terjadi sejumlah peristiwa pembangkangan militer.

Para teroris yang diadili mengaku kenal Lubis. Namun, selama persidangan, tidak pernah ada bukti dan petunjuk bahwa Lubis mendalangi aksi teror itu.

Hingga sekarang, Lubis belum pernah diajukan ke pengadilan untuk memperjelas kasusnya.

Daan Mogot, bekas rekannya yang belajar bersama di Seinen Dojo di Tangerang pada era penjajahan Jepang, tidak pernah yakin Lubis berada di balik Peristiwa Cikini.

Ia justru menduga ada rekayasa yang dilakukan oleh pihak tertentu sebagai tindak lanjut pelaksanaan Piagam Yogya.

"Dengan meletusnya teror Cikini, perundingan menjadi mentah. Sebaliknya, radikalisme semakin merangsang semua pihak yang selama itu baru dalam tahap berbeda pendapat," demikian kata Daan Mogot.

"Masa seluruh pelaku teror tersebut dalam sehari semuanya sudah bisa digulung? Mana mungkin kalau bukan hasil rekayasa...," lanjut dia.

Kisah Veloc et Exactus

As'ad menuturkan, kerahasiaan merupakan kunci keberhasilan BIN di dalam menjalankan fungsi dan tugasnya dalam mengamankan negara.

Ketika kedok seorang agen terbongkar dan misinya diketahui pihak lain, dapat dikatakan agen itu gagal.

Ia mencontohkan sebuah operasi intelijen yang baik dalam mencari informasi dan mengolahnya sebagai laporan yang baik.

"Misalnya ketika Khruschev (Presiden Uni Soviet) sakit. Tentu itu memiliki makna yang penting bagi stabilitas sosial saat itu," kata dia saat dihubungi Kompas.com, Rabu (3/2/2016) kemarin.

Seorang agen yang andal tak hanya mencari informasi di media massa. Ia akan pergi ke rumah sakit untuk melakukan cek, ricek, dan kroscek mengenai kondisi Khruschev.

"Kalau tanya dokter tentu tidak mungkin karena pasti dikawal oleh KGB saat itu. Tanya saja ke tukang besi atau OB di sana, dirawat di kamar nomor berapa. Dengan mengetahui nomor kamarnya, kita akan tahu bahwa itu kamar khusus untuk perawatan penyakit apa dan siapa dokter yang menanganinya," ujarnya.

Bagi As'ad, kemampuan analisis merupakan hal yang tak kalah penting yang harus dimiliki seorang personel, selain kewajibannya dalam menjaga kerahasiaan.

Ia juga menekankan pentingnya kecepatan dan keberanian seorang personel dalam mengambil keputusan.

"Makanya, saya selalu tekankan kepada setiap agen agar memiliki kedalaman berpikir seperti intelektual, kecepatan gerak seperti wartawan, dan ketegasan sikap seperti militer," ujar dia.

"Ketiga dasar itulah yang pada akhirnya menjadi cerminan dari asas BIN, veloc et exactus, yang artinya cepat dan tepat. Selalu cek, ricek, dan kroscek setiap informasi yang diterima,"


Cb.2000





 

Pangdam: Kehadiran Komunitas LGBT Dilarang Pemerintah




Fenomena kelompok lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT) yang makin marak di Indonesia harus ditolak, demikian disampaikan Pangdam I/Bukit Barisan Mayjen TNI Lodewyk.

“Kehadiran komunitas LGBT tersebut juga dilarang dan tidak diizinkankan oleh pemerintah, serta harus tetap dipatuhi bagi mereka yang mencoba menghidupkan wadah itu,” ujarnya saat menyampaikan pengarahan kepada para wartawan di Makodam I/Bukit Barisan, Medan, Jumat.

Ia menambahkan, perkawinan sesama jenis bukan saja berbahaya, tetapi juga dapat menghancurkan moral generasi muda, dan sejak dari dahulu tidak dibenarkan pemerintah.

“Kita tidak ingin anak-anak dan remaja akan mencontoh perilaku yang jelek itu, serta tidak sesuai dengan budaya di Indonesia,” kata Lodewyk, dikutip dari Antara.

Menurutnya, keberadaan kelompok LGBT merupakan salah satu cara untuk merusak generasi muda dan menghancurkan negara. Oleh karena itu, katanya, Pemerintah dan anggota DPR RI harus bersikap tegas melarang kehadiran kelompok LGBT tersebut. [antara/islamedia]
 

Siapakah yang Radikal? Wahabi ataukah NU?

Siapakah yang Radikal? Wahabi ataukah NU?


Saudaraku sesama kaum muslimin, terlebih warga NU yang kami hormati…!

Sebelum kita jauh menyelami artikel berikut atau rubrik-rubrik lain yang ada dalam situs ini, ada baiknya kita semua berusaha untuk obyektif, berlapang dada, dan mau menerima nasihat.

Dengan meninggalkan sikap fanatik buta, pembelaan yang berlebihan, atau sikap meremehkan pihak lain. Karena itu semua sikap yang tercela, dan akan menjadi penghalang datangnya kebenaran kepada kita.

Sehingga apa yang tertulis dalam rubrik ini secara khusus atau dalam situs ini secara umum bagai sebuah cermin yang dibawakan oleh seseorang untuk saudaranya, agar saudaranya tersebut bisa berkaca, bisa melihat coreng-moreng yang ada diwajahnya, menyadarinya dan berusaha untuk membersihkan coreng-moreng tersebut.

Sebelumnya kami mohon maaf jika penggunaan kata-kata kami berikut ini tidak berkenan di hati saudara-saudara, karena terpaksa kami menggunakannya.

Pada sebuah kesempatan, Said Agil Siraj, seorang yang dianggap tokoh, dianggap seorang cendekiawan muslim, apalagi dengan embel-embel gelar akademis Profesor Doktor di depan namanya, demikian pula karena dia diposisikan sebagai “pemimpin” di ormas NU, sehingga menjadikan banyak orang yang terpesona dan tersamar dari hakikat yang sebenarnya.

Dia pernah memprovokasi umat Islam dengan mengaitkan dakwah Wahabi [1] dengan arogansi, teror, anarkis dan radikalisme.

Bahkan menurut logika sepintasnya, dalam ajaran Salafi Wahabi diajarkan benih-benih radikalisme dan terorisme yang berujung pada doktrin pengeboman di berbagai tempat.

Saudara-saudaraku coba kita renungi…

Tentunya sangat disayangkan, seorang yang dianggap tokoh dan diposisikan sebagai pemimpin “ormas Islam yang katanya terbesar di dunia (NU)”, mengeluarkan statement yang sangat berbahaya dan menyesatkan umat.

Umat yang banyak tidak memahami akar permasalahan, umat yang senantiasa hanya mengikut (membebek) kepada tokoh-tokoh mereka, umat yang hampir tidak pernah mendapatkan pencerahan, umat yang senantiasa dididik untuk taklid buta dan fanatisme pada kelompoknya, menjadi korban dari komentar yang arogan ini.

Ibarat kata pepatah: “Semut di seberang lautan tampak jelas kelihatan, sedangkan gajah di pelupuk mata tidak kelihatan.”

Menuduh pihak-pihak lain sebagai kelompok yang arogan, penebar teror, anarkis dan radikal. Namun bersamaan dengan itu menutup mata dari borok-borok kelompoknya sendiri.

Sebelum kita melanjutkan, ada baiknya kita melihat beberapa definisi berikut ini:

Bila dilihat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), “Arogansi“ bermakna : mempunyai sikap superioritas, yang dimanifestasikan dalam sikap suka memaksa atau pongah (sombong).

Masih dalam KBBI, “Teror“ bermakna sebuah usaha untuk menciptakan ketakutan, kengerian dan kekejaman oleh seseorang atau golongan. “Meneror” adalah berbuat kejam (sewenang-wenang dan sebagainya) untuk menimbulkan rasa ngeri dan takut.

Adapun “Anarkis“, dalam KBBI bermakna : orang yang melakukan tindakan anarki (kekacauan) di suatu negara.

Sedangkan “Radikalisme“ dalam KBBI bermakna : paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastis.

Sehingga tercakup dalam pembahasan ini semua upaya yang dilakukan oleh seseorang atau golongan, untuk menciptakan rasa ketakutan, dan kengerian. Atau untuk menimbulkan kekacauan di suatu negara dalam upaya melakukan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik yang drastis, meskipun harus dilakukan dengan cara kekerasan dan kekejaman (sewenang-wenang). Yang ini semua bermuara pada sikap superioritas, merasa paling mayoritas, merasa paling benar, merasa paling berkuasa, merasa paling hebat, sombong dan semisalnya.

Termasuk dalam kategori di atas adalah teror yang berupa statement-statement, orasi, ceramah, ancaman-ancaman, intimidasi, demonstrasi, pengerahan massa, sikap politik, pendudukan sebuah tempat, pengrusakan, pembakaran, penculikan, atau bahkan pembunuhan, dalam rangka memuluskan tujuan yang dikehendakinya.

Dengan mengetahui definisi diatas, disadari atau tidak, suka atau tidak suka, senang atau tidak senang, namun dari realita yang ada kita akan melihat dan mendapati arogansi, teror, anarkis dan radikalisme yang dilakukan oleh kelompok NU, ormas-ormas yang berafiliasi pada NU, tokoh-tokoh NU, dan para warga NU.

 ———————————–

[1] (Kami meminjam istilah mereka, meski sebenarnya istilah ini tidak benar)
 
 
Copyright © 2011. KITA BUKAN SAYA - All Rights Reserved

Distributed By Free Blogger Templates | Lyrics | Songs.pk | Download Ringtones | HD Wallpapers For Mobile

Proudly powered by Blogger