Intelijen Dan Kontra Terorisme
Terorisme merupakan suatu ancaman yang sangat serius di era
global saat ini. Sementara sesuatu hal atau suatu kejadian atau tindakan
yang biasa membahayakan, menyulitkan, mengganggu, menimbulkan rasa
takut, merugikan dianggap merupakan suatu ancaman. Intlijen adalah
bagian yang sangat krusial dalam kontra terorisme untuk mencegah aksi
teroris dan juga untuk membantu penuntutan bagi pelanggar hukum. Dalam
hal ini untuk mengintifikasi jaringan/kelompok/individu, kapabilitas dan
intensi (niat) seseorang atau kelompok yang terlibat dalam jaringan
terorisme.
Menurut Undang-Undang No 34 tahun 2004 tentang TNI mengatakan bahwa
ancaman adalah “setiap upaya dan kegiatan, baik dari dalam maupun luar
negeri yang dinilai mengancam atau membahayakan kedaulatan negara,
keutuhan wilayah negara, dan keselamatan segenap bangsa.” Sehingga
dengan defenisi yang telah dikemukakan menggambarkan begitu luasnya
spektrum ancaman yang diantaranya adalah perompakan, penyelundupan,
narkoba, konflik horizontal, separatis, terorisme dan lain-lain.
Intelijen dapat juga berarti informasi yang sudah diolah.
Selanjutnya diperlukan langkah-langkah awal untuk mengolah informasi
menjadi intelijen. Langkah-langkah awal tersebut adalah memberi nilai
dahulu kepada objek pengusutan, baik yang variabel yang berubah
(misalnya, manusia) ataupun objek yang berupa konstanta (tidak berubah,
misalnya dokumen), manusia sebagai sumber informasi jika dipercaya harus
mempunyai nilai ‘A’ dan informasi yang disampaikan dan informasi benar
yang disampaikannya harus mempunyai nilai ‘1’. Dengan demikian,
informasi yang didapatkan mempunyai nilai A1, yang berarti mempunyai
nilai intelijen.
Informasi-informasi yang dikumpulkan oleh lembaga intelijen
selalu terkait dengan niat dan kemampuan musuh. Kemampuan musuh baik
kemampuan yang material maupun non material. Kemampuan material musuh
seperti senjata yang dimiliki, keahlian khusus musuh dan jumlahnya yang
sejauh ini sangat sulit untuk disembunyikan, Sedangkan kemampuan non
material musuh seperti kualitas organisasi musuh, moral dan doktrin
musuh yang mana sangat sulit untuk dievaluasi secara tepat. Sementara
itu, niat musuh seringkali berubah di menit-menit terakhir dan untuk
mengetahuinya bukan pekerjaan mudah bagi intelijen. Biasanya untuk
mengetahui niat musuh dapat diketahui dari memoar-memoar, pidato-pidato,
briefing dan debriefing dan lain-lain. Mengetahui kemampuan musuh
sangat penting bagi intelijen karena ada prinsip “a country with weaker
capabilities may nevertheless decide to go a war.”
Begitu pula dengan organisasi teroris, meskipun dengan perlengkapan dan
pendanaan yang seadanya, perlu kiranya tetap menjadi perhatian khusus
bagi insan intelijen dan institusi keamanan.
Kejutan/pendadakan (surprises)—seperti peledakan bom—adalah salah satu
hal yang harus diantisipasi oleh intelijen karena seringkali terjadi
secara simultan di beberapa tingkat seperti waktunya, lokasi serangan,
kecepatan pergerakan dan penggunaan sistem senjata serta
teknologi-teknologi baru yang digunakan. Salah satu fungsi pentingnya
intelijen adalah sebagai peringatan dini (early warning system) untuk
menghindari pendadakan strategis (strategic surprised). Untuk ancaman
keamanan nasional, negara mengumpulkan informasi melalui Intelijen di
dalam dan di luar negeri, membangun struktur untuk analisis, dan
kemudian menyebarkan intelijen yang menghasilkan pembuatan kebijakan
untuk posisi eksekutif di level atas. Kebutuhan untuk dibentuknya
intelijen negara pada dasarnya dimaksudkan untuk mencegah terjadinya
ancaman-ancaman berupa pendadakan strategis dengan cara mengumpulkan dan
menganalisa informasi serta memberikannya kepada pembuat kebijakan.
Karena tujuannya adalah menghindari strategic surprises itu intelijen
dapat memiliki ruang gerak yang lebih luas dibanding tentara dan
polisi.Berbagai teror dan peristiwa peledakan bom, penyerangan terhadap
aparat dan berbagai fasilitas publik serta gerakan-gerakan separatis
memperlihatkan dan memberikan kesadaran kepada kita bahwa aksi terorisme
dapat terjadi kapan dan dimana saja.
Kontra Terorisme
Yang menjadikan teroris sulit dilacak dan dijadikan target
dalam sistem intelijen dikarenakan mereka mengorganisasi diri dan
kelompok mereka dalam beberapa jaringan dan sel-sel dan lalu membuat
kelompok mereka menjauh dari masyarakat terbuka, akan tetapi dengan hal
itu, mereka kadang muncul dan membunuh secara tiba-tiba. Dinas-dinas
intelijen Amerika melakukan Kontra Terorisme sebagai usaha yang fokus
untuk mengidentifikasi ancaman yang ditujukan kepada negara, masyarakat,
dan fasilitas yang berada diluar negerinya, akan tetapi mereka juga
menyediakan peringatan (dini) tentang aktivitas teroris untuk negara
lain. Dalam ensiklopedi terorisme, Kontra terorisme adalah penggunaan
personel dan sumber daya lainnya untuk mendahului (preempt), mengganggu
(disrupt), atau menghancurkan (destroy) kemampuan (capability) teroris
dan jaringan pendukung mereka.
Seperti halnya kontra intelijen yang bekerja ketika ada aktivitas lawan
yang berifat klandestin, maka kontra terorisme juga melakukan metode
klandestin.
Aktivitas klandestin (clandestine) merupakan displin
intleijen yang Top Secret. Aktivitas klandestin adalah kegiatan rahasia
yang rutin dan operasi rahasia yang temporer yang dilakukan oleh
insan-insan intelijen professional.Mengingat operasi klandestin
dilakukan secara rahasia, maka implikasi dari suatu kegiatan klandestin
yang terbongkar bukan hanya berupa kegagalan mencapai sasaran yang
dikehendaki, melainkan adanya kemungkinan bahaya fisik, tuntutan hukum,
atau pendiskreditan terhadap mereka yang melakukan kegiatan klandestin
serta resiko terbongkarnya anasir-anasir dari organisasi klandestin.
Olehnya itu, agen yang ditugaskan adalah merupakan orang-orang dengan
spesifikasi khusus dan terlatih.
Aktivitas klandestin meliputi: mencari informasi secara
rahasia, menanggulangi ATHG (ancaman, tantangan, halangan gangguan) dan
melakukan penggalangan secara rahasia[11]. Dengan pola rahasia,
intelijen harus mampu mengidentifikasi kemampuan target sasaran. Teknik
yang biasa diapakai dalam dunia intelijen diantaranya adalah dengan
memata-matai target, lalu mencatat dengan detil pola dan tingkah laku
dan aktivitas sehari-hari, hal semacam ini bisa juga berarti mengintai
dan membututi target. Ada juga teknik panyadapan, yaitu mengintersepsi
komunikasi target baik yang melalui internet ataupun lewat telepon.
Penyusupan yaitu dengan menyusupkan agen intelijen kedalam jaringan
terorisme atau bisa juga berupa penggalangan yaitu usaha untuk
menjadikan musuh sebagai kawan. Salah satu senjata efektif melawan
terorisme dalam era modern adalah dengan penyusupan dalam jajaran
kepemimpinannya dan penggunaan informan.
Perkembangan situasi sosiologis yang negatif merupakan
masalah bagi intelijen negara, yang menurut ilmu intelijen negara
solusinya adalah menerapkan teori intelijen penggalangan.[13] Tugas
penggalangan adalah “to win the heart and the mind of the target” atau
merebut hati dan pikiran sasaran, dan tugas semacam ini hanya bisa
dilakukan oleh Humint (human intelligence) dan agen-agen rahasia.
Tujuannya adalah “to bring the target to our direction”. Dalam teori ini
ada penggalangan keras dan ada penggalangan lunak (biasa disebut
penggalangan cerdas). Operasi penggalangan keras antara lain adalah
teror, penculikan, sabotase dan subversi. Sementara operasi penggalangan
lunak (cerdas) yaitu kegiatan menyadarkan masyarakat dari prilaku yang
melanggar norma-norma hukum yang dapat mengancam negara. Irawan Sukarno
menjelaskan secara gambalang beberapa strategi penggalangan yang dapat
diterapkan seperti:
- Strategi Penyusupan, yaitu usaha klandestin yang dilakukan oleh
agen-agen rahasia penggalangan ke dalam masyarakat, komunitas, musuh
atau target sasaran.
- Strategi Pencerai-beraian, yaitu upaya menghancurkan persatuan dan
persatuan dari dalam masyarakat, komunitas musuh atau target sasaran.
- Strategi pengarahan, strategi ini dilakukan setelah agen-agen rahasia
berhasil merangkul tokoh-tokoh berpengaruh dan berkuasa dalam mayarakat,
komunitas musuh dan target sasaran.
Penggalangan cerdas yang dilakukan juga bisa bertujuan untuk menghapus
pemahaman dan pemikiran yang keliru sebagai akibat brain wash atau cuci
otak terhadap mantan teroris sebelumnya, yang dilakukan oleh organisasi
teroris.
Kontra terorisme akan berhasil dengan baik jika dijalankan
oleh agen-agen intelijen yang profesional dengan dukungan sarana dan
prasarana yang baik pula. Disamping itu kerjasama antara institusi
keamanan juga diperlukan demi kelancaran sebuah operasi kontra teror.
Ukuran keberhasilan intelijen dalam melakukan pendeteksian dini dalam
kontra terorisme adalah dengan melihat proses siklus intelijen. Dimana
proses itu berjalan melalui pengoleksian data (collecting) oleh para
agen-agen dilapangan yang kemudian data tersebut di analisa secara
seksama (analyzing) oleh para analis intelijen lalu kemudian di sebarkan
(disseminating) kepada institusi-institusi yang berkepentingan untuk
kemudian dijadikan acuan sebagai bahan penentu langkah-langkah yang
tepat kedepannya.
Meskipun operasi intelijen termasuk dalam kategori
pendekatan keras (hard approach). Akan tetapi, dalam konteks yang lebih
teknis, sebenarnya operasi klandestin dalam hal ini penggalangan, lebih
khusus lagi ‘penggalangan cerdas’ adalah sebuah pendekatan yang
dilakukan secara lunak (soft approach). Karena yang dilakukan oleh para
agen intelijen yang betugas dilapangan lebih pada ‘pembinaan’ dan
bagaimana mereka mampu melakukan “kontra brain wash” yang dilakukan oleh
organisasi teroris. Inti dari eksistensi intelijen adalah ketika mereka
mampu mencegah sesuatu yang buruk itu terjadi, inilah ukuran
keberhasilan intelijen
Posting Komentar