Walaupun kita masih di bulan Februari dan ancaman terorisme masih mengintai, izinkan Blog I-I menyampaikan selamat kepada Polri, BIN, BNPT, dan TNI yang saat ini semakin kompak bahu-membahu mengatasi ancaman terorisme. Seluruh saran Blog I-I telah diperhatikan pemerintah, khususnya dalam mencegah terjadinya serangan teror susulan pada bulan Februari 2016 ini dan menumpas gerombolan Santoso yang mengatasnamakan agama untuk aksi kekerasan. Bahkan setidaknya Pemerintah melalui Menkopolhukam dapat menjelaskan bahwa untuk menumpas gerombolan Santoso bukanlah hal yang mudah.
Apapun penjelasan Pemerintah dalam kegiatan counter terorisme dan
counter radikalisme, langkah-langkah yang lebih jelas dapat kita
saksikan dengan sejumlah penangkapan tersangka dan pencegahan serangan
bom yang tentunya tidak menjadi berita yang heboh di media masa maupun
media sosial. Prinsip kerja aparat keamanan adalah bahwa siap untuk
dicaci bila gagal mencegah serangan teror, namun tidak mengharap pujian
manakala negara aman tentram dan rencana serangan teror berhasil
dicegah. Ucapan selamat ini bukan membuat Polri, BIN, BNPT, dan TNI
terlena, tetapi diharapkan ke depan semakin solid dalam kerjasama.
Dengan adanya rancangan revisi UU Anti Terorisme, langkah yang lebih
tegas diharapkan dapat ditempuh dalam rangka meningkatkan upaya
preventif yang lebih efektif.
Kekuatan nyata ISIS yang sebenarnya mudah dihancurkan baik oleh koalisi
Barat maupun koalisi Syria, Iran, dan Rusia tampak masih seperti misteri
dalam hal waktu kapan akan dihancurkan. Saat ini terjadi "kenyamanan"
dalam proxy konflik geopolitik negara besar di kawasan Timur Tengah yang
menyebabkan operasi militer "menghancurkan" ISIS menjadi pilihan
terakhir. Sementara dampak ekspor ideologi kekerasan ISIS merupakan
sumber ancaman bagi Indonesia.
Pemahaman konflik geopolitik inilah yang seharusnya segera dijelaskan
kepada masyarakat Indonesia agar tidak tertipu dengan seruan jihad
kosong membela sesuatu yang tidak jelas dalam konflik di Irak dan
Suriah. Kompleksitas konflik yang diwarnai faktor aliran Sunni-Shiah,
etnisitas, kepentingan keberlangsungan rejim (regime survival),
memerlukan kalkulasi yang matang guna mencegah meluasnya konflik menjadi
perang terbuka yang disebabkan oleh kecerobohan operasi militer.
Misalnya kesengajaan penembakan pesawat Rusia, atau kesengajaan serangan
udara Rusia kepada kelompok yang didukung Barat dan Turki. Sejauh ini
semua potensi konflik terbuka dari ketegangan konflik masih dapat
dikendalikan melalui diplomasi dan semua pihak masih menahan diri dari
operasi militer yang lebih besar khususnya dengan pengiriman pasukan
darat.
Serangan-serangan udara adalah kegiatan operasi militer yang tidak
menyasar kepada penguasaan wilayah selama pasukan darat tidak
dikirimkan. Artinya hanya suatu show untuk menunjukkan ada sesuatu yang
dilakukan yang mana tujuan strategisnya adalah melemahkan atau mencegah
meluasnya penguasaan wilayah oleh kelompok ISIS.
Dalam aspek strategis pemahaman utuh tentang konflik di Timur Tengah
terkait ISIS dan pengaruh ideologinya dapat menjadi PR dan konsentrasi
utama BIN dan BNPT yang saat ini telah memiliki jaringan kerjasama
internasional yang baik dalam strategis penanggulangan ancaman terorisme
internasional. Kemudian apabila dapat disusun dalam suatu narasi
penjelasan yang sederhana seyogyanya dapat disosialisasikan kepada
masyarakat tanpa bermaksud menjadi propaganda anti perjuangan Islam.
Artinya duduk perkara dan akar masalah ISIS dalam konteks Irak dan
Suriah harus dijelaskan sejelas-jelasnya kepada masyarakat Muslim
Indonesia. Terlebih dengan adanya peranan-peranan negara-negara kuat
seperti AS, Rusia, Iran, Arab Saudi, Turki, dan Israel yang mana
semuanya memiliki kepentingan sendiri-sendiri.
Seruan jihad ISIS baik untuk berperang di Irak dan Suriah maupun untuk
"berperang" atau menakut-nakuti (meneror) di negara masing-masing
sebenarnya telah kehilangan maknanya manakala tujuannya adalah bukan
untuk kemuliaan agama Islam karena adalah kekeliruan metode pencapaian
tujuan penegakan Dien Islam. Tidak ada satupun catatan sejarah yang
menunjukkan bahwa metode perjuangan Nabi Muhammad SAW dalam menegakkan
Islam dilakukan dengan jalan teror. Adapun jalan perang ditempuh
manakala terjadi perlawanan/permusuhan terhadap Islam.
Baik praktisi counter-terorisme maupun pengamat yang mempelajari
kitab-kitab yang menganjurkan jihad yang diterjemahkan oleh Aman
Abdurrahman misalnya kitab karya Syaikh Abu Muhammad Al Maqdisiy dapat
segera menemukan bahwa argumentasi Syaikh Al Maqdisiy secara umum cukup
meyakinkan karena baik kekuatan logika maupun dasar-dasar rujukan agama
khususnya masalah Tauhid dan Keimanan yang digunakan dapat dikatakan
tidak menyimpang. Hal ini yang mampu memberikan pesona atau daya tarik
yang besar dari argumentasi jihad para pengikut Aman Abdurrahman. Akan
percuma apabila counter argumentasi dilakukan hanya berdasarkan pada
Islam moderat, Islam Nusantara, atau Rahmat alam semesta karena hal itu
dapat dengan mudah dibantah dengan tuduhan kemunafikan atau tidak
menjalankan Islam secara utuh atau bahkan kesesatan.
Persoalan yang harus dibongkar bukan pada soal jihadnya karena tidak ada masalah dengan jihad. Persoalan utama yang harus dijelaskan kepada umat Islam Indonesia agar memahami fenomena Al Qaeda maupun ISIS adalah konflik geopolitik yang terjadi di wilayah yang penduduknya mayoritas Muslim dan berusaha bertahan untuk hidup di negeri kelahirannya. Bagi mereka jihad adalah wajib karena bila tidak berjihad maka desa mereka akan dihancurkan. Kemudian apakah berarti seruang menolong sesama Muslim merupakan tipuan? bukan demikian. Seruannya adalah benar untuk menolong sesama Muslim, tetapi yang keliru ketika pertolongan itu diwujudkan dalam pertunjukkan pelaksanaan eksekusi mati dengan cara-cara yang yang menurut ISIS sesuai syariah namun tidak pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. Misalnya hukuman membakar pilot Yordania dengan alasan qisas karena pemboman dengan pesawat telah membakar manusia dan rumah-rumah penduduk, kemudian hukuman mati bagi mereka yang mempraktekan homoseksualitas dengan dilempar dari gedung tinggi yang dimisalkan dengan rajam yang lebih efektif. Pelaksanaan hukuman tersebut berdasarkan tafsir ulama ISIS yang sebenarnya dapat dikatakan mengada-adakan sesuatu yang baru dengan mengatasnamakan agama.
Serangan ideologi yang juga cukup serius dan logis adalah sorotan terhadap "agama syrik demokrasi" (الديمقراطية دين) karya Al Maqdisiy dimana tuduhan menuhankan demokrasi secara sederhana dapat dipahami. Upaya meluruskan tuduhan ini tidak akan efektif apabila counter-argumentasinya semata-mata menyalahkan cara pandang Islam terhadap demokrasi. Sejarah pertentangan agama dan demokrasi telah terjadi di dunia Kristen Barat dimana pengaruh gereja akhirnya secara nyata tergerus oleh pemisahan gereja dan negara dan sekulerisme menjadi pilihan sebagian terbesar negara-negara modern saat ini. Sekali lagi konteks perlawanan Al Maqdisiy adalah kepada fakta bahwa pemerintah negara-negara di Timur Tengah adalah tidak demokratis, dikuasai oleh elit keluarga, dan berdasarkan pada nasab keturunan. Kemudian demokrasi dipropagandakan oleh Barat ke Timur Tengah yang kemudian memuncak dan marak dengan apa yang disebut Arab Spring. Bagi Al Maqdisiy, karena baik kerajaan maupun demokrasi semuanya tidak Islami. Hal ini kemudian di Indonesia menjadi ispirasi untuk menyebut Pemerintah RI sebagai thagut sebagai dipropagandakan oleh Abu Bakar Ba'asyir dan Aman Abdurrahman.
Tidak terasa, artikel ini menjadi menyimpang dari tujuan menyampaikan ucapan selamat dan menyerukan agar aparat keamanan terus berjuang menegakkan ketertiban dan memberikan rasa aman kepada rakyat Indonesia. Perlu diingat bahwa tugas mulia tersebut tidak akan berhenti selama akar masalah berupa pemahaman konteks sejarah, fakta konflik, dan siapa memainkan peran apa dalam konflik di Timur Tengah dan fenomena terorisme tidak diungkapkan kepada masyarakat Indonesia. Andaipun rakyat Indonesia sudah semakin cerdas dan paham, jangan lupa bahwa masih ada faktor ikatan emosional persaudaraan seagama yang menyebabkan mudahnya terjadi manipulasi maupun sikap murni untuk memperjuangkan apa yang diyakini sebagai kebenaran.
Demikian, terima kasih dan semoga bermanfaat.
SW
Persoalan yang harus dibongkar bukan pada soal jihadnya karena tidak ada masalah dengan jihad. Persoalan utama yang harus dijelaskan kepada umat Islam Indonesia agar memahami fenomena Al Qaeda maupun ISIS adalah konflik geopolitik yang terjadi di wilayah yang penduduknya mayoritas Muslim dan berusaha bertahan untuk hidup di negeri kelahirannya. Bagi mereka jihad adalah wajib karena bila tidak berjihad maka desa mereka akan dihancurkan. Kemudian apakah berarti seruang menolong sesama Muslim merupakan tipuan? bukan demikian. Seruannya adalah benar untuk menolong sesama Muslim, tetapi yang keliru ketika pertolongan itu diwujudkan dalam pertunjukkan pelaksanaan eksekusi mati dengan cara-cara yang yang menurut ISIS sesuai syariah namun tidak pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. Misalnya hukuman membakar pilot Yordania dengan alasan qisas karena pemboman dengan pesawat telah membakar manusia dan rumah-rumah penduduk, kemudian hukuman mati bagi mereka yang mempraktekan homoseksualitas dengan dilempar dari gedung tinggi yang dimisalkan dengan rajam yang lebih efektif. Pelaksanaan hukuman tersebut berdasarkan tafsir ulama ISIS yang sebenarnya dapat dikatakan mengada-adakan sesuatu yang baru dengan mengatasnamakan agama.
Serangan ideologi yang juga cukup serius dan logis adalah sorotan terhadap "agama syrik demokrasi" (الديمقراطية دين) karya Al Maqdisiy dimana tuduhan menuhankan demokrasi secara sederhana dapat dipahami. Upaya meluruskan tuduhan ini tidak akan efektif apabila counter-argumentasinya semata-mata menyalahkan cara pandang Islam terhadap demokrasi. Sejarah pertentangan agama dan demokrasi telah terjadi di dunia Kristen Barat dimana pengaruh gereja akhirnya secara nyata tergerus oleh pemisahan gereja dan negara dan sekulerisme menjadi pilihan sebagian terbesar negara-negara modern saat ini. Sekali lagi konteks perlawanan Al Maqdisiy adalah kepada fakta bahwa pemerintah negara-negara di Timur Tengah adalah tidak demokratis, dikuasai oleh elit keluarga, dan berdasarkan pada nasab keturunan. Kemudian demokrasi dipropagandakan oleh Barat ke Timur Tengah yang kemudian memuncak dan marak dengan apa yang disebut Arab Spring. Bagi Al Maqdisiy, karena baik kerajaan maupun demokrasi semuanya tidak Islami. Hal ini kemudian di Indonesia menjadi ispirasi untuk menyebut Pemerintah RI sebagai thagut sebagai dipropagandakan oleh Abu Bakar Ba'asyir dan Aman Abdurrahman.
Tidak terasa, artikel ini menjadi menyimpang dari tujuan menyampaikan ucapan selamat dan menyerukan agar aparat keamanan terus berjuang menegakkan ketertiban dan memberikan rasa aman kepada rakyat Indonesia. Perlu diingat bahwa tugas mulia tersebut tidak akan berhenti selama akar masalah berupa pemahaman konteks sejarah, fakta konflik, dan siapa memainkan peran apa dalam konflik di Timur Tengah dan fenomena terorisme tidak diungkapkan kepada masyarakat Indonesia. Andaipun rakyat Indonesia sudah semakin cerdas dan paham, jangan lupa bahwa masih ada faktor ikatan emosional persaudaraan seagama yang menyebabkan mudahnya terjadi manipulasi maupun sikap murni untuk memperjuangkan apa yang diyakini sebagai kebenaran.
Demikian, terima kasih dan semoga bermanfaat.
SW
Posting Komentar